Selasa, 18 Agustus 2009

Doa Di Jakarta - By WS. Rendra

Tuhan yang Maha Esa,Alangkah tegangnya
Melihat hidup yang tergadai,
Fikiran yang dipabrikkan,dan masyarakat yang diternakkan.

Malam rebah dalam udara yang kotor.Di manakah harapan akan dikaitkan
Bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah,siap untuk terseret dalam gelombang edan.
Perkelahian dalam hidup sehari-hari,telah menjadi kewajaran.
Pepatah dan petitih,tak akan menyelesaikan masalah
Bagi hidup yang bosan,terpenjara, tanpa jendela.

Tuhan yang Maha Faham,alangkah tak masuk akal
Jarak selangkah,yang bererti empat puluh tahun gaji seorang buruh,
Yang memisahkan,sebuah halaman bertaman tanaman hias
Dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C.
Hati manusia telah menjadi acuh,
Panser yang angkuh,traktor yang dendam.

Tuhan yang Maha Rahman,ketika air mata menjadi gombal,
Dan kata-kata menjadi lumpur becek,
Aku menoleh ke utara dan ke selatan -
Di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik untuk wang logam?
Di manakah catatan belanja harian?
Di manakah peradaban?
Ya, Tuhan yang Maha Hakim,harapan kosong, optimisme hampa.
Hanya akal sihat dan daya hidup
Menjadi peganganku yang nyata.

Tidak ada komentar: